AD (728x90)

_

Sabtu, 19 Maret 2011

Kebijakan UN “Kebijakan Bohongan”

Jakarta - Pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tahun 2011 dilihat oleh Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) dianggap kebijakan yang masih setengah‐setengah, sangat semu sekali. Karena Permendiknas 45 tahun 2010 mengatur keberadaan bahwa sekolah (ujian sekolah)
diberikan peran 40 % dan Ujian Nasional 60 % dalam menentukan nilai kelulusan, artinya bahwa Ujian Nasional masih tetap menjadi penentu kelulusan. Demikian disampaikan Ketua Umum IPM Slamet Nur Achmad Effendy .

Slamet menambahkan Permendiknas 45 tahun 2010 tersebut tidak ada perubahan mendasar sama sekali yang berpengaruh untuk mengubah kebijakan terkait UN sebagai penentu kelulusan. Mendiknas harus menyadari bahwa UN telah mengorbankan hak‐hak pelajar, khususnya pelajar miskin. Imbas dari adanya UN merenggut interaksi sosial pelajar, dan memupuskan harapan pelajar miskin karena tidak mampu mengikuti bimbingan belajar atau belajar tambahan untuk mengejar nilai terbaik di UN.

Darmaningtyas menyebutkan bahwa UN juga memerosotkan kualitas mutu sekolah kejuruan, karena bukan kompetensi individu yang dikedepankan melainkan nilai ujian di kelas sedangkan sekolah kejuruan bukanlah kognisi yang diutamakan melainkan mengutamakan skill kompetensi siswa. Ia menyampaikan ini menjadi pembicara dalam diskusi ‘Ujian Nasional 2011: Otoritas Semu Sekolah’ yang diselenggarakan Pimpinan Pusat IPM, Jumat kemarin (18/3) di ruang diskusi Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Menteng, Jakarta.

Ia menambahkan bahwa sebenarnya UN hanyalah kepentingan elit, bukan semangat menyelamatkan pendidikan nasional. Bahkan UN menjadi ajang kompromi dan korupsi baru di bidang pendidikan karena dilakukan jual beli jawaban. Pelaksanaan Ujian Nasional sejak tahun 2003 hingga 2010 menunjukan kegagalan pembangunan pendidikan nasional, Kemendiknas desaknya harus menunjukan komitmen dan ketegasan secara humanis dalam mengambil kebijakan.

Ia mengusulkan harusnya kebijakan kemendiknas adalah 50 : 50, sehingga ada keseimbangan ujian sekolah dengan UN. Dari disinilah peran sekolah benar‐benar dilibatkan karena terjadinya keseimbangan nilai sekolah dan nilai ujian nasional. Karena menurutnya, permendiknas yang mengatur keberadaan 60 % UN dan 40 % Ujian Sekolah hanyalah bohong‐bohongan kemendiknas.

“Kebijakan 5 (lima) paket soal yang diterapkan oleh Kemendiknas saat ini menunjukkan bahwa kebijakan tersebut justru yang terbebani adalah siswa. Siswa pada akhirnya sibuk menghafal paket soal mana yang akan keluar pada UN nantinya”. Tambahnya.

sumber:
www.ipm.or.id

Written by

Nuun, Walqolami Wamaa Yas Thuruun | Nuun, Demi Pena dan Sgala yang Dituliskannya

0 komentar:

Posting Komentar

 

© 1435 H | 2014 M. Ikatan Pelajar Muhammadiyah Jawa Timur - Created by PIP IPM Jawa Timur