Malang- Enam
tokoh Muhammadiyah akan menerima penghargaan dari Universitas
Muhammadiyah Malang (UMM). Para tokoh itu dinilai memiliki dedikasi yang
luar biasa dalam menggerakkan dakwah Muhammadiyah di bidang pendidikan
dan mengembangkan jaringan internasional. Penyerahan penghargaan yang
diberi nama UMM Award untuk Tokoh Muhammadiyah itu akan diserahkan
rektor UMM, Muhadjir Effendy, kepada keluarganya dalam acara wisuda,
Sabtu (6/9) di UMM Dome.
Keenam sosok tersebut
adalah (alm) KH Drs. Ahmad Azhar Basyir, MA; (alm) H Sudarsono
Prodjokusumo; (alm) Drs. H Muh. Djazman Al-Kindi; (alm) dr. Muh.
Suherman; (alm) Drs. H Sutrisno Muhdam dan (alm) Dr (Hc) HM Lukman
Harun.“Lukman Harun merupakan tokoh yang membawa Muhammadiyah ke dunia
internasional, sedangkan lima lainnya merupakan sosok yang konsisten
merintis dan memperjuangkan perkembangan dunia pendidikan hingga
berkembang seperti sekarang,” kata rektor. Untuk profil enam tokoh
tersebut dapat dibaca di sini.
Rektor menyatakan di Muhammadiyah
banyak tokoh yang telah memiliki kontribusi besar untuk bangsa. Peran
mereka sudah banyak dikenal publik luas. Sementara banyak pula tokoh
yang luar biasa tetapi kurang dikenal, terutama bagi generasi muda saat
ini. Padahal role model dan
teladan para tokoh itu sangat diperlukan. Itulah sebabnya UMM mengangkat
kembali nama-nama enam tokoh itu, selain sebelumnya telah mengangkat
dua nama sebagai nama masjid di kampus swasta terbesar ini, yakni masjid
AR Fahruddin dan KH Bedjo Darmoleksono.
Pemberian UMM Award merupakan
salah satu dari serangkaian peringatan Dies Natalis UMM ke-50. Selain
tokoh Muhammadiyah, sebelumnya UMM juga menganugerahkan UMM Award untuk
Tokoh Bangsa kepada (alm) Taufik Kiemas. Penghargaan itu telah diterima
Presiden RI ke-5 yang juga istri almarhum, Megawati Sukarnoputri, Juni
lalu.
Dalam prosesi penyerahan
penghargaan di UMM Dome, keluarga para tokoh akan menerima piagam UMM
Award dan tali asih dari UMM. Mantan ketua PP Muhammadiyah, Prof Dr
Syafii Maarif dijadwalkan memberikan testimoni tentang keenam tokoh.
Guru besar sejarah itu tak hanya menyampaikan sejarah sepak terjang para
tokoh tetapi juga menggali inspirasi dari mereka. BERIKUT profil
singkat enam tokoh Muhammadiyah peraih UMM Award.
1. Dr (Hc) HM Lukman Harun
Lukman
Harun lahir di Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, 6 Mei 1934 dan menutup
usia di Jakarta, 8 April 1999 pada umur 64 tahun. Selain sebagai tokoh
Muhammadiyah, ia juga dikenal sebagai diplomat ulung dan aktivis Islam
internasional. Di antaranya, Ia pernah menjabat sekretaris jenderal Asian Conference on Religion and Peace (ACRP).
Di
penghujung Orde Lama, Lukman adalah aktivis yang cukup vokal mengganyang
Partai Komunis Indonesia (PKI), di mana saat itu ia menjadi ketua
pengerah massa Kesatuan Aksi Pengganyangan Gestapu. Karena sejumlah
kiprahnya itu, ia ditunjuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Gotong Royong mewakili Muhammadiyah pada 1967-1971.
Keterlibatan
Lukman di Muhammadiyah membuat organisasi ini berkembang pesat dalam
hal hubungan luar negeri. Hal itu lantaran Lukman sangat aktif menjalin
lobi dengan kalangan internasional, terutama dunia Islam. Karena
perannya, Muhammadiyah sering diundang menghadiri konferensi dunia untuk
berbicara tentang perkembangan Islam. Saat dipimpin AR.
Fakhruddin, Lukman adalahsatu-satunya orang yang selama sepuluh tahun
menjadi juru bicara Muhammadiyah.
2. KH Drs Ahmad Azhar Basyir MA
Ahmad
Azhar Basyir lahir di Yogyakarta, 21 November 1928 dan meninggal di
kota yang sama pada 28 Juni 1994 di umur 65 tahun. Pada masa revolusi,
Azhar Basyir bergabung dengan kesatuan TNI Hizbullah, Batalion 36
Yogyakarta. Tokoh kharismatik dan pejuang perang Sabil ini dikenal
sebagai sosok perpaduan antara ulama dan intelektual. Azhar dikenal
sederhana, namun memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang mendalam.
Berkat
kelebihannya itu, Azhar dipercaya menjadi ketua Pemuda Muhammadiyah
tatkala lembaga ini baru didirikan pada 1954. Jabatannya mendapat
pengukuhan kembali pada Muktamar Pemuda Muhammadiyah di Palembang tahun
1956. Tak lama setelah itu, Azhar mendapat beasiswa untuk belajar di
Jurusan Sastra, Universitas Baghdad serta meraih gelar master di bidangIslamic Studies pada Universitas Kairo.
Sekembalinya
di Indonesia, ia lantas menjadi dosen Universitas Gadjah Mada, menjadi
pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) 1990-1995 serta anggota MPR-RI
periode 1993-1998. Pada Muktamar Muhammadiyah ke-42 di Yogyakarta tahun
1995, Azhar Basyir terpilih sebagai ketua Muhammadiyah menggantikan KH
AR Fakhruddin. Azhar juga dipercaya memimpin lembaga fiqih Islam pada
Organisasi Konferensi Islam (OKI).
3. Drs HS Prodjokusumo
Soedarsono
Prodjokusumo lahir di Sleman, Yogyakarta, pada 22 Agustus 1922 dan
tutup usia di Jakarta, 31 Juli 1996. Pada 1950, ia mengikuti kursus
administrasi militer padaNederlands Militerire Missie (NMM)
di Bandung. Pada akhir 1952 ia ditugaskan di Kementerian Pertahanan RI
sebagai Perwira Muda di Jakarta dan menetap di Kebayoran Baru. Di tempat
itulah kiprahnya di Muhammadiyah sangat terlihat. Bersama orang-orang
Betawi, Prodjokusumo mempelopori berdirinya Muhammadiyah Cabang
Kebayoran Baru.
Perhatian
Prodjokusumo pada pendidikan Muhammadiyah sangat besar. Pada 1957, ia
menginisiasi kerjasama dengan Departemen Agama RI dalam pendirian
Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) yang pada 1858 melebur menjadi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah
Jakarta (UMJ). Pada 1965 FKIP UMJ lantas berdiri sendiri dengan nama
IKIP Muhammadiyah Jakarta, dan mulai 1997 dinamai Universitas
Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka).
Untuk
meningkatkan kualitas pendidikan di Perguruan Tinggi Muhammadiyah,
setelah Muktamar Muhammadiyah 1985 Prodjokusumo membentuk Dewan Pembina
Perguruan Muhammadiyah. Selain di bidang pendidikan, ia juga pencetus
berdirinya Ikatan Karyawan Muhammadiyah (IKM), Ikatan Seniman dan
Budayawan (ISB) pada 1965. Ia juga mempelopori dibentuknya Unit Santunan
Duka Kebayoran Baru serta Pembina Kesehatan Umat (PKU) Taman Puring.
4. Drs H Sutrisno Muhdam
Sutrisno
Muhdam lahir di Klaten, Jawa Tengah, 14 Oktober 1938 dan menutup
usianya di Yogyakarta, 12 Desember 2012. Ketokohan Sutrisno begitu kuat
bukan saja karena pernah menduduki sejumlah jabatan penting di
Muhammadiyah, melainkan juga karena ia merupakan saksi sejarah
persyarikatan yang menghubungkan satu peristiwa ke peristiwa lainnya.
Semasa
kuliah di IKIP Muhammadiyah Jakarta (sekarang UHAMKA), Sutrisno menjadi
salah satu tokoh yang membidani lahirnya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
(IMM). Ia juga terlibat dalam pembentukan Ikatan Pelajar Muhammadiyah
(IPM) di Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Ia merupakan ketua PP
Pemuda Muhammadiyah selama dua periode, yaitu 1975-1980 dan 1980-1985.
Ia juga masuk jajaran PP Muhammadiyah dalam rentang cukup panjang, yaitu
mulai 1985 hingga 2000.
Sutrisno
termasuk tokoh Muhammadiyah yang memelopori bergabungnya ABRI dalam
pembentukan Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (KOKAM)
untuk melawan G.30.S PKI. Ia juga menjadi salah satu anggota Komite
Reformasi sembilan tokoh Islam yang hadir memenuhi undangan Soeharto ke
istana pada 18 Mei 1998 berkaitan dengan pernyataan pertama lengser dari
presiden dan agenda reformasi. Pada 1997-1998, Sutrisno menjadi anggota
MPR RI utusan golongan, dan pada 1998-2002 ia tercatat sebagai anggota
Dewan Pertimbangan Agung komisi Ekuin.
5. dr Muhammad Suherman
Muhammad
Suherman lahir di Ngawi, 26 Desember 1926 dan menutup usia di Surabaya,
5 Maret 1987. Suherman bisa disebut sebagai salah satu legenda dalam
sejarah Muhammadiyah Jawa Timur (Jatim). Selain sebagai figur dokter
yang dikenal merakyat, ia juga memiliki totalitas dalam memperjuangkan
persyarikatan Muhammadiyah, khususnya dalam bidang pendidikan.
Sewaktu
kuliah, Suherman merupakan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang
disegani di Jatim. Selepas lulus kuliah dari Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga (Unair) pada 1960, ia langsung didapuk sebagai
dosen di almamaternya sekaligus membuka praktek dokter di Krian dan
Surabaya. Selama menjadi dokter, ia mendapat julukan “dokter rakyat”
karena dikenal sangat peduli pada pasien dari kalangan tidak mampu.
Totalitasnya
terhadap persyarikatan mulai terlihat saat ia keluar dari PNS pada 1978
agar bisa aktif di Muhammadiyah. Padahal, saat itu ia tengah
dipromosikan sebagai direktur pada salah satu unit di Unair. Di
persyarikatan, ia berjasa besar dalam pendirian IKIP Muhammadiyah
Surabaya pada 1981, demikian pula Universitas Muhammadiyah Surabaya
(UMS) pada 1985 di mana ia lantas menjadi rektornya.
Pada
1978-1985 Suherman menjabat wakil ketua II PWM Jatim yang membidani
Majelis Pengajaran dan Kebudayaan (kini Majelis Pendidikan Dasar dan
Menengah). Semasa diberi amanah, perannya tampak sangat menonjol dalam
pengembangan amal usaha di bidang pendidikan dan kesehatan. Saat itu ia
juga bersinergi dengan Dr Mutadi sebagai wakil ketua III PWM yang
membidani Majelis Pembinaan Kesejahteraan Umum (PKU). Sinergi dua dokter
itu ditandai dengan berdirinya poliklinik Muhammadiyah di hampir
seluruh kabupaten di Jawa Timur.
6. Drs HM Djazman Al-Kindi
Djazman
Al-Kindi adalah salah satu tokoh kunci di balik berdirinya Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) pada 1964. Sebelum berdirinya IMM,
anak-anak muda Muhammadiyah yang berada dalam dunia perkuliahan masih
tergabung dalam Departemen Kemahasiswaan di lingkungan Pemuda
Muhammadiyah.
Sejak
1961, Djazman yang saat itu kuliah di UGM bersama sejumlah tokoh-tokoh
muda lainnya dari berbagai kampus menggulirkan gagasan agar melepaskan
diri dari Pemuda Muhammadiyah dan membentuk organisasi sendiri. Gagasan
tersebut lantas menuai hasil tiga tahun kemudian dengan berdirinya IMM.
Pada
1979, Djazman yang saat itu menjabat Rektor IKIP Muhammadiyah Surakarta
memprakarsai berdirinya Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dengan
menggabungkan IKIP Muhammadiyah Surakarta dan Institut Agama Islam
Muhammadiyah (IAIM) Surakarta. UMS lantas resmi berdiri pada 1981 dengan
turunnya SK dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Djazman
juga menjadi aktor sejarah terbentuknya Majelis Pendidikan Tinggi
Penelitian dan Pengembangan (MPTPP) PP Muhammadiyah pada 1986. Semula,
majelis itu bernama Majelis Pendidikan dan Pengajaran (MPP). Namun,
mengingat Perguruan Tinggi Muhammadiyah saat itu terus berkembang pesat,
maka namanya berubah menjadi MPTPP di mana Djazman mejadi ketuanya di
periode pertama, yaitu pada 1986-1990.
0 komentar:
Posting Komentar