berjuang lewat Sopo Tresno, bekerja sesuai porsinya,, dan tidak melangkahi kodrat nya,,
Sopo Tresno dan Aisyiyah.
Pada
tahun 1914 ia mendirikan Sopo Tresno, dia dan suaminya bergantian
memimpin kelompok tersebut dalam membaca Al Qur'an dan mendiskusikan
maknanya. Segera ia mulai berfokus pada ayat-ayat Al Qur'an yang
membahas isu-isu perempuan. Dengan mengajarkan membaca dan menulis
melalui Sopo Tresno. Pasangan ini memperlambat Kristenisasi di Jawa
melalui sekolah yang disponsori oleh pemerintah kolonial.
Bersama
suami dan beberapa pemimpin Muhammadiyah lainnya, Nyai Ahmad Dahlan
membahas peresmian Sopo Tresno sebagai kelompok perempuan. Menolak
proposal pertama, "Fatimah", mereka memutuskan mengganti nama menjadi
"Aisyiyah" , berasal dari nama isteri Nabi Muhammad , yakni Aisyah .
Kelompok baru ini, diresmikan pada tanggal 22 April 1917, dengan Nyai
Ahmad Dahlan sebagai kepala.
Lima tahun kemudian organisasi menjadi bagian dari Muhammadiyah.
Melalui
Aisyiyah, Nyai Ahmad Dahlan mendirikan sekolah-sekolah putri dan
asrama, serta keaksaraan dan program pendidikan Islam bagi perempuan,
Dia juga berdakwah menentang kawin paksa. Dia juga mengunjungi
cabang-cabang di seluruh Jawa. Berbeda dengan tradisi masyarakat Jawa
yang patriarki, Nyai Ahmad Dahlan berpendapat bahwa perempuan
DIMAKSUDKAN UNTUK MENJADI MITRA SUAMI MEREKA.
Sekolah Aisyiyah dipengaruhi oleh ideologi pendidikan Ahmad Dahlan yakni Catur Pusat:
* pendidikan di rumah,
* pendidikan di sekolah,
* pendidikan di masyarakat,
* dan pendidikan di tempat-tempat ibadah.
Source : www.sangpencerah.com
0 komentar:
Posting Komentar